Minggu, 20 Maret 2016

Cerpen anak : Kacamata Nenek


Oleh : Lina Herlina

Hari ini, Onie berlibur di rumah Nenek. Nenek senang sekali ketika Onie menginap di rumah Nenek. Karena Nenek mempunyai teman melakukan aktivitas sehari-harinya, seperti membaca Al-Qur’an setiap hari.
Setiap pagi selepas solat subuh, mereka membaca Al-Qur’an. Bacaan Al-Quran Nenek, kadang di koreksi oleh Onie, begitu juga sebaliknya. Bacaan Onie di koreksi oleh Nenek.
“Lah, Nek, ini dibacanya ditekan dua harkat dan dengung, bukannya ini huruf ikhfa,” kata Onie.
Nenek diam, matanya kembali mengamati deretan huruf yang tadi di bacanya.
“Oh, iya iya, kamu betul Onie,” kata Nenek, sambil mangut-mangut.
Sesekali Nenek juga membetulkan bacaan Onie.
“Eit, itukan ‘la’ panjang Onie, kok di baca pendek,” kata Nenek.
Giliran Onie yang kini diam. “Huruf la dengan kasroh bertemu dengan alif mati... oh iya, itu harus panjang bacanya, dua harakat,” gumam Onie.
Onie mengulangi membacanya. Dan akhirnya mereka mungucap, “shodakollohuladziim....”
Selesai mereka membaca, Nenek segera ke dapur menyiapkan sarapan. Nenek meletakkan kacamatanya di atas meja, tepat di samping Al-Quran.
Kacamata dengan bingkai warna pelangi itu, menarik perhatian Onie. Onie segera mengambilnya, membolak-balik dan memperhatikan lapisan tebal di kacamata Nenek.
“Loh kok ini ada yang tebal...dan ini tipis,” pikir Onie.
Lalu Onie mencoba kacamata Nenek. Membuka tangkainya dan tiba-tiba....
Trak! Tangkai kacamatanya lepas! Onie kaget sekali.
“Duuh, gimana nih, apa yang harus aku lakukan, aku takut kalau Nenek marah. Nenek itu kalau marah, akan terus berbicara, dan juga....” Onie melempar satu tangkai kacamatanya yang lepas. Tangkai itu mendarat tepat di bawah kolong kursi.
Lalu kacamatanya Onie simpan di kamarnya. Onie menyalakan televisi dan menontonnya sambil gelisah.
Tidak lama, Nenek memanggil Onie. Di tangan Nenek Nasi goreng istimewa. Onie berlari mendekati nenek.  “Wow, nasi goreng Nenek bertabur ayam dan keju,” seru Onie. Onie sampai lupa dengan ketakutannya perihal kerusakan kacamata Nenek.
Selesai makan, perasaan bersalah kembali menghantui Onie. Onie ragu ingin berkata yang sebenarnya. “Kalau, nanti bilang.... kalau tidak bilang....duuh...” Onie semakin takut, melihat nenek mendekati ruang tengah, tempat membaca al-quran tadi.
“Onie, Onie.” Suara nenek mengagetkan Onie.
Onie terperanjat. “Wah, jangan-jangan Nenek menanyakan kacamata itu,” pikir Onie.
“Onie sini Nak, tolong ambilkan lap, air Nenek tumpah,” seru Nenek.
Onie bernafas lega. “kirain, tanya kacamatanya,” gumam Onie.
Onie segera menghampiri Nenek dengan membawa lap di tanggannya. Nenek lalu melap meja, dan memindahkan Al-Quran ke kursi.
“Loh kok, kacamata Nenek tidak ada, bukannya tadi di simpan di samping Al-Quran,” kata Nenek.
Deg! Jantung Onie berdegup lebih cepat.
Nenek menatap Onie. Dan Onie menggelengkan kepala. “Onie tidak....tidak...,” kata Onie, suaranya terhenti. “Astaghfirullah, kenapa kok aku jadi mau berbohong,” gumam Onie.
“Kenapa Onie, tidak apa-apa kalau kamu tidak tahu, nanti Nenek cari, mungkin tadi Nenek lupa menyimpan, Nenek kan sering lupa hehe, maklumlah sudah tua,” jelas nenek sambil tertawa, sambil melangkah ke dapur.
Oni menelan ludah. Suaranya seperti tercekat. Kakinya sulit melangkah. Yang ada dalam benaknya, kini dia mengejar Nenek ke dapur, lalu mengatakan kalau kacamata itu dia sembunyikan, dan yang pasti kacamata itu...rusak.
“Di dapur tidak ada, di kamar juga tidak ada, tidak apalah mudah-mudahan besok pagi sudah ketemu, biar bisa membaca Al-Quran lagi bersama Onie.” Suara  Nenek terdengar samar.
Onie semakin merasa bersalah. Onie menepiskan ketakutan itu dan kembali menonton televisi. Lalu menarik nafas panjang. Namun tetap saja pikirannya tidak tenang. “Kalau begini terus, tidak nyaman, jadi aku harus...”
Onie berlari ke kamar melihat kacamata nenek yang dia simpan, lalu mengambil tangkai kacamata di bawah kursi.
Onie menghampiri nenek. Tangannya kini memegang kacamata Nenek yang rusak.
“Nek, maaf, sebenarnya kacamata Nenek, Onie sembunyikan tadi. Maaf Nek, tangkainya tidak sengaja lepas,” kata Onie, tertunduk takut sambil memberikan kacamatanya kepada nenek.
Nenek malah tersenyum. Lalu Nenek keluar. Onie mengikuti nenek. Rupanya Nenek mencari tempat terang. Nenek memasang kembali tangkai kacamatanya yang lepas. Dalam sekejap kacamata Nenek sudah baik kembali.
“Selesai,” seru Nenek mengagetkan Onie. “Nih, tangkainya cuma lepas saja, sebenarnya kamu juga bisa kok membetulkannya.”
“Oh, jadi bisa dibetulkan lagi nek, alhamdulillah, maafkan Oni ya Nek,”pinta Onie.
“Tidak, apa-apa Onie, terimakasih kamu sudah mengatakan yang sebenarnya, coba kalau kamu tidak bilang, waah, Nenek bakal sulit membaca,” jelas Nenek.
Nenek berhambur kepelukan Nenek, “Terimaksih Nek,” bisik Onie pelan.***





2 komentar:

  1. Cucu yang jujur, bagus, menanamkan anak2 agar berbuat jujur :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mbak ini tentang kejujuran, ternata jujur itu indah pada akhirnya hehe...

      Hapus